Minggu, 10 Juni 2012
PEMBENTUKAN DAN KARAKTERISTIK URIN
I. TUJUAN
1. Mempelajari proses pembentukan urin.
2. Mengamati karakteristik urin berdasarkan volume, berat jenis, dan jumlah benda padat dalam urin.
II. DASAR TEORI
Proses pertukaran zat-zat sisa dari tubuh dibedakan atas defikasi, ekskresi, dan sekresi. Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh dan dapat dikeluarkan bersama urin, keringan, atau pernapasan.
Cairan ekstra sel menyusun lingkungan internal sel-sel tubuh. Dalam medium ini sel-sel melakukan aktivitas vitalnya. Karena perubahan pada cairan ekstrasel pasti mengakibatkan perubahan cairan dalam sel dan dengan demikian juga perubahan fungsi sel, maka penting untuk fungsi normal sel-sel bahwa susunan cairan ini relatif konstan.
Lingkungan internal terutama diatur oleh dua pasang organ: paru-paru, yang mengatur konsentrasi oksigen dan CO2; dan ginjal, yang mempertahankan susunan optimal kimia cairan tubuh. Ginjal adalah suatu organ yang tidak hanya membuang sampah metabolisme tetapi sebenarnya melakukan fungsi homeostatik yang sangat penting. Ginjal juga memiliki kapasitas metabolik yang besar.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh.
Adapun tahapan pembentukan urin adalah sebagai berikut:
1. Filtrasi Glomerulus. Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai bahan terlarut lainnya disarng melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul glomerulus (kapsul Bowman. Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja, kapiler glemerulus bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya.
2. Reabsorbsi tubular. Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrat glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darh di kapiler peritubulus. Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini sebagian besar terjadi di tubulus proksimal. Adanya mikrovili di tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtart glomerulus sehingga meningkatkan proses reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh, reabsorbsi glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transpor aktif. Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal dengan osmosis.
3. Sekresi tubular. Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan (zat) diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal. Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus.
Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Komponen Urin diantaranya yaitu;
1. Komponen Organik
Urea, disentesis dalam hati adalah bentuk ekskersi nitrogen yang berasal dari protein dan asam amino. Konsentrasinya mencerminkan metabolisme protein; 70 g protein menyebabkan kira-kira pembentukan 30 g urea. Setiap hari 20-35 urea dari protein dari asam amino.
Asam Urat, merupakan produk akhir dari metabolism purin. Setiap hari dikeluarkan 0,3-2,0 g asam urat hasil katabolisme protein.
Kreatinin, yang dibentuk dari keratin.setaip hari 1,0-1,5 g kreatinin dari keratin Keratin, melalui sirkulasi spontan dan ireversibel, berasal dari metabolism otot. Karena jumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap hari dari suatu individu adalah konstan, jumlah ini berbanding langsung dengan masa otot, maka kreatinin dapat digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk ukuran komponen-komponen urin lainnya. Kreatin 0,05-0,10 g dari metabolism otot.
Asam amino, yang dikeluarkan secara bebas sangat tergantung dari makanan dan kemampuan kerja hati. Asam amino setiap hari 1-3 g- Derivat asam amino yang muncul dalam urin. Misalnya hipurat. Hipurat setiap hari 0,15g.
Glukosa setiap hari sampai 0,16 g g
Zat keton setiap hari sampai 3 g.
2. Komponen anorganik
Didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH42+, demikian juga anion Cl-, SO42- dan HPO42+ selain ion-ion lainnya dalam jumlah kecil (mmol).
Setiap hari +/- 1500 liter darah melewati ginjal melewati ginjal untuk disaring dan terbentuk +/- 150-170 liter urin primer. Meski demikian, hanya 1-1,5 liter urin yang keluar. Banyak sedikitnya urin yang dikeluarkan oleh seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal berikut ini:
1. Zat-zat diuretic: kopi, the, alcohol
2. Suhu
3. Konsentrasi darah
4. Emosi
(Pratiwi, 1988: 179).
Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan tetap, jika kita mengadakan pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain. Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Berikut beberapa sampel urin yang dapat dilakukan urinalisa:
1. Urin sewaktu
Yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin.
2. Urin pagi
Yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari. Urin pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, berat jenis dll.
3. Urin post prandial
Merupakan urin yang pertama kali dikeluarkan 1 ½ – 3 jam setelah makan. Sampel urin ini baik untuk pemeriksaan terhadap glukosuria.
4. Urin 24 jam
Yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam.
Misalnya, untuk analisis urin secara fisik yang meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri, diambil sampel urin pagi.
III. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
- Urinometer 1 buah
- Gelas beker 3 buah
- Gelas ukur 1 buah
- pH meter 1 buah
- Kertas pH meter 3 buah
- Botol air 3 buah
2. BAHAN
- air putih Secukupnya
- air soda Sucukupnya
- air garam Secukupnya
- Urin Secukupnya
- Probandus 3 orang
- Tissue Secukupnya
IV. CARA KERJA
1. Probandus meminum air putih, air garam, dan air soda yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Setelah satu malam menampung urin yang dihasilkan ke dalam botol air mineral.
3. Menampung urin ke dalam botol plastic.
4. Mencatat waktu yang diperlukan probandus sejak minum air yang telah disiapkan sampai mengeluarkan urin.
5. Mengukur volume urin yang dihasilkan dengan menggunakan gelas ukur.
6. Menghitung BJ dengan menggunakan urinometer, kemudian menggunakan rumus: BJ = 1+ (jumlah garis terapung x 0,002 x 2 x 2)
7. Menghitung pH dengan menggunakan pH meter.
8. Menghitung BP dengan rumus: BP = 2 angka terakhir BJ x 2,65 gr/l
9. Memasukkan hasil pengamatan ke dalam data pengamatan untuk selanjutnya dianalisis.
V. HASIL PERCOBAAN
No Jenis minuman Waktu V.awal (ml) V.akhir (ml) pH BJ* BP**
1. Air putih 7 jam 600 ml 340 ml 6 1,008 21,2 gr/l
2. Air soda 7 jam 350 ml 360 ml 7 1,020 53 gr/l
3. Air garam 8 jam 200 ml 110 ml 6 1,016 42,4 gr/l
BJ = 1+ (jumlah garis terapung x 0,002 x 2 x 2)
BP = 2 angka terakhir BJ x 2,65 gr/l
Menghitung BJ
- Air putih - Air garam
garis yang terapung = 1 garis yang terapung = 2
BJ = 1 + (1 x 0,002 x 2 x 2) BJ = 1 + (2 x 0,002 x 2 x 2)
BJ = 1,008 BJ = 1,016
- Air soda
garis yang terapung = 2,5
BJ = 1 + (2,5 x 0,002 x 2 x 2)
BJ = 1,020
Menghitung BP
- Air putih - Air garam
BP = 08 x 2,65 gr/l BP = 16 x 2,65 gr/l
BP = 21,2 gr/l BP = 42,2 gr/l
- Air soda
BP = 20 x 2,65 gr/l
BP = 53 gr/l
VI. PEMBAHASAN
Urin merupakan cairan sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Pada urin normal atau urin pada umumnya mengandung sekitar 95% air dan benda padat lainnya yang terlarut dalam air tersebut. Benda-benda tersebut dapat dibedakan beradasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya yaitu:
- Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran yang reatif besar, di dalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, dan subtansi lainnya seperti hormon (Guyton, 1996).
- Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+), Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-), Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43-) (Guyton, 1996).
Urin normal umumnya berwarna kekuning-kuningan, terang dan transparan, memiliki berat jenis sebesar 1,010 – 1,025 ( Anonim, 2008 ). pH urin normal sedikit asam (4,5 – 7,5).
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari proses pembentukan urin.
2. Mengamati karakteristik urin berdasarkan volume, berat jenis, dan jumlah benda padat dalam urin.
Urin yang digunakan dalam percobaan kali ini merupakan sampel yang diperolah dari perlakuan yang berbeda. Yaitu urin normal, urin berkabonasi berlebihan dan urin dengan kadar garam berlebihan. Untuk mendapatkan sampel urin yang diinginkan, satu malam sebelumnya probandus meminum air sesuai dengan urin yang diinginkan. Untuk mendapatkan sampel urin normal maka cukup dengan meminum air putih, sedangkan untuk sampel lainnya yaitu dengan meminum air garam untuk mendapatkan sampel urin dengan kandungan garam yang berlebihan dan air soda untuk mendapatkan sampel urin berkarbonasi. Kemudian setelah lewat satu malam urin yang dihasilkan ditampung untuk selanjutnya diuji volume, pH, BJ dan BP nya.
Pada pengamatan, urin normal yang berlaku sebagai kontrol merupakan urin hasil dari air putih biasa. Sementara urin dengan kandungan garam berlebihan dan urin berkabonasi merupakan urin yang diberikan perlakuan sebagai pembandingnya. Adapun langkah-langkah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Volume urin
Volume urin diukur dengan menggunakan gelas ukur. Volume urin normal adalah lebih sedikit daripada banyaknya air yang diminum.
2. Berat Jenis (BJ) urin
Berat jenis adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. BJ dihitung dengan menggunakan urinometer. Urinometer dimasukkan ke dalam gelas akur yang kosong kemudian ke dalam gelas ukur tersebut dimasukkan urin hingga urinometer melayang. Lalu pada urinometer akan tampak strip garis yang terapung. Banyaknya strip garis yang terapung dihitung dan dimasukkan ke dalam rumus:
BJ = 1+ (banyaknya garis yang terapung x 0,002 x 2)
Namun, karena urinometer yang digunakan kelompok kami adalah urinometer yang kecil maka pada rumus tersebut masih dikalikan 2 lagi. Sehingga rumusnya menjadi:
BJ = 1+ (banyaknya garis yang terapung x 0,002 x 2 x 2)
3. Banyakya benda padat (BP)
Banyaknya benda padat pada urin diperoleh dengan rumus:
BP = dua angka terakhir BJ x 2,65 gram / liter
Berdasarkan percobaan, ternyata diperoleh data seperti disajikan dalam tabel berikut ini:
No Jenis minuman Waktu V.awal (ml) V.akhir (ml) pH BJ BP
1. Air putih 7 jam 600 ml 340 ml 6 1,008 21,2 gr/l
2. Air soda 7 jam 350 ml 360 ml 7 1,020 53 gr/l
3. Air garam 8 jam 200 ml 110 ml 6 1,016 42,4 gr/l
Analisis dari data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Urin yang berasal dari air putih
Urin ini adalah sebagai urin kontrol. Artinya, dianggap sebagai urin normal pada umumnya. Sehingga jika dilakukan pengukuran akan didapat karakteristik urin normal. Yaitu; volume urin yang lebih sedikit daripada air yang diminum, pH yang keasaman (4,5 – 7,5), BJ berkisar antara 1,010 – 1,025. Ternyata, diperoleh data bahwa volume urin yang berasal dari air putih adalah 340 ml (diketahui sebelumnya volume air yang diminum adalah 600 ml). Hal ini menunjukkan bahwa urin yang diperoleh lebih sedikit daripada air yang dikonsumsi karena terjadi mekanisme penyerapan kembali dalam ginjal untuk mengambil zat-zat yang masih dimanfaatkan oleh tubuh. pH = 6, BJ = 1,008, dan BP = 21,2 gr / l. Hal tersebut tidak sesuai standar urin normal karena BJ = 1,008. Sedangkan BJ urin normal adalah 1,010. pH urin menjadi lebih asam daripada air yang dikonsumsi.
2. Urin yang berasal dari air soda
Urin ini merupakan perlakuan yang diberikan. Hasilnya adalah; volume urin 360 ml (diketahui sebelumnya volume air yang diminum adalah 350 ml). Probandus yang minum air soda akan menghasilkan urin yang sedikit karena banyak air yang diserap oleh ginjal (mekanisme yang menghasilkan urin pekat). Namun kenyataannya volume urin yang dihasilkan lebih besar. pH = 7, BJ = 1,020, dan BP = 53 gr / l. pH urin meningkat ke arah basa karena air soda sendiri bersifat basa.
Air soda yang diminum banyak mengandung ion yang diserap kembali oleh tubuh, berdasarkan reaksi berikut:
NaHCO3 + H2O ⇄ NaOH + H2CO3
3. Urin yang berasal dari air garam
Urin ini merupakan perlakuan yang diberikan. Hasilnya adalah; volume urin 110 ml (diketahui sebelumnya volume air yang diminum adalah 200 ml), pH = 6, BJ = 1,016, dan BP = 42,4 gr / l. pH urin yang dihasilkan sama dengan pH urin yang berasal dari air putih. Air garam dala tubuh akan terjadi reaksi :
NaCl + H2O ⇄ NaOH + HCl
Air yang masuk ke dalam tubuh tidak langsung dibuang begitu saja oleh ginjal dan di dalam ginjal pun terjadi mekanisme reabsorpsi air yang termasuk ke dalam urin. Sehingga hanya sebagian kecil air yang dikeluarkan sebagai urin melalui ginjal. Urin yang diekskreasi lebih sedikit daripada air yang dikonsumsi.
Berdasarkan data pengamatan di atas, sudah sesuai dengan teori di atas, namun tidak untuk urin yang berasal dari air garam. Jika urin yang dihasilkan lebih banyak daripada air yang dikonsumsi menunjukkan fungsi ginjal yang sudah tidak baik urin sebagai cairan sisa metabolisme tidak serta merta dikeluarkan begitu saja oleh ginjal.Namun melalui beberapa tahap yang dikenal dengan istilah pembentukan urin. Pembentukan urin terjadi di dalam ginjal dan berawal dari glomerulus. Menurut Soewolo (2000) dalam bukunya “Pengantar Fisiologi Hewan” pembentukan urin melewati tiga tahap, yaitu ultrafiltrasi, reabsorbsi tubular, dan sekresi tubular. Adapun mekanisme pembentukan urin adalah sebagai berikut:
1. Ultrafiltrasi
Proses ini terjadi di gromerulus. Filtrasi merupakan proses perpindahan plasma darah (kecuali sel-sel darah dan protein molekul besar) dari glomerulus menuju ke ruang kapsula bowman dengan menembus membran filtrasi. Membran filtrasi tersusun atas 3 lapisan; lapisan sel endothelium glomerulus, membran kapiler, dan epitel kapsula bowman. Filtrasi terjadi karena adanya tekanan filtrasi yang merupakan selisih tekanan darah kapiler glemerular dengan tekanan osmotik koloid darah dan tekanan hidrostatik cairan dalam kapsula bowman.
Di samping disebabkan oleh tekanan filtrasi, filtrasi masih diunjang oleh faktor lain, yaitu: (1) permukaan filtrasi yang luas kapiler glomeulus banyak, (2) penampang alteriol eferen lebih kecil daripada alteriol aferen (memberikan tekanan darah pada glomerulus), dan (3) membran filtrasi yang relatif tipis dengan pori-pori yang relatif banyak.
2. Reabsorpsi tubular
Merupakan proses perpindahan cairan dari tubulus renalis menuju darah dalam pembuluh kapiler peritubular. Filtrat glomerilar mengandung zat-zat seperti yang trdapat pada plasma darah kecuali protein darah yang berukuran besar yang tidak dapat menembus dinding kapiler glomerulus. Zat-zat penting seperti glukosa dan asam amino seluruhnya mengalami reabsorpi. Sementara Na, Cl, dan kebanyakan minereal mengalami reabsorpsi yang bervariasi. Hal ini berarti beberapa zat direabsorpsi dengan kuat, sementara zat lain direabsorpsi dengan lemah tergantung pada kebutuhan tubuh nuntuk mengkonversi setiap mineral.
Urutan filtrasi-reabsorpsi ternyata mempunyai keterbatasan internal dalam fleksibilitasnya. Natrium dan ion-ion lain diabsorpsi di bagian proksimal maupun distal dan tubulus nefron. Reabsorpsi natrium di bagian disteal dikendalikan oleh aldosteron (suatu hormone steroid dari korteks anak ginal). Reabsorpsi natrium ini dikenal dengan reabsorpsi fakultatif yang berarti bahwa reabsorpsi itu dapat disesuaikan secara fisiologis menurut kebutuhan.
3. Sekresi Tubular
Selaian mereabsorpsi zat-zat dalam jumlah besar dari filtrat plasma, tubulus ginjal juga dapat mensekresi zat-zat tertentu ke dalam cairan tubular. Proses ini merupakan kebalikan dari reabsorpsi tubular dan memungkinkan ginjal meningkatkan konsentrasi zat-zat yang diekskreasi. Tubulus distal merupakan tempat berlangsungnya sebagian besar sekresi tubular.
Tekanan osmotik darah diatur oleh ginjal. Jika pemasukan air dalam tubuh banyak, maka ginjal akan mensekresikan air dan menahan garam-garam yang terlarut di dalamnya sehingga akan mengakibatkan diproduksinya urin encer. Hal ini seperti pada keadaan urin yang berasal dari probandus yang meminum air putih. Urin yang dihasilkan lebih encer dibandingkan dengan urin yang berasal dari probandus yang meminum air garam maupun air soda.
Sebaliknya jika dalam keadan kehausan/ pemasokan air ke dalam tubuh sedikit, maka ginjal akan menahan air dengan membentuk urin yang pekat. Dalam keadaan seperti ini manusia dapat memperpekat urinnya sampai kira-kira 4x konsentrasi osmotik darah. Hal ini seperti pada keadaan urin yang berasal dari probandus yang meminum air garam dan air soda. Urin yang dihasilkan lebih pekat dibandingkan dengan urin yang berasal dari probandus yang meminum air putih.
Air garam memiliki kandungan NaCl dalam komposisi yang besar. Aartinya kandungan NaCl dalam urin adalah besar. Lengkung henle ascendens lebih permeable terhadap NaCl dan air, sebaliknya lengkung henle descendens relative tidak permeable terhadap air dan garam. Bagian saluran henle descendens mentransport-aktif NaCl keluar menuju cairan jaringna di sekitarnya; karena bagian pipa henle ascendens lebih permeable terhadap garam dan air, maka NaCl yang dikeluarkan oleh henle denscendens , secara pasif masuk lagi ke dalam henle ascendens. Dengan gerakan natrium di antara kedua bagian pipa henle seperti itu, konsentrasi urin pada dasar saluran henle maupun konsentrasi cairan jaringan di sekitarnya dapat berlipat ganda (NaCl yang keluar dari henle descendens lebih sedikit daripada yang masuk ke henle ascendens). Sehingga dihasilkan urin pekat. Demikian juga halnya untuk urin berkarbonasi yang kandungan airnya lebih sedikit sehingga nantinya juga akan dihasilkan urin yang pekat sebagai mekanisme ginjal mengatur air dan elektrolit dalam tubuh.
Air direabsorpsi secara pasif di sepanjang tubulus renalis. Dari seluruh air yang difilter, 65% direabsorpsi di tubulus proksimal, 15% di saluran henle, dan 20% sisanya direabsorpsi di tubulus disatal dan saluran pengumpul/ tubulus kolektifus. Reabsorpsi pada tubulus distal dan tubulus kolektifus dikendalikan oleh ADH (antidiuretik hormon)/vasopressin yang dihasilkan oleh neurohipofisis. Pembebasan hormon ini ditentukan oleh keadaan perubahan tekanan darah akibat dari perubahan kadar air darah.
Dalam keadaan kehausan, yang berarti tekanan osmotic darah naik sekresi ADH akan meningkat. ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kolektifus, mungkin dengan memperbesar pori pada membrannya. Sehingga, air akan berdifusi keluar dari tubulus kolektifus dan masuk ke dalam cairan intersisial di sekitranya. Akibatnya urin kehilangan air sehingga dihasilkan urin pekat. Hal ini nampak terjadi pada probandus yang meminum air garam dan air soda. Dengan minum kedua macam air tersebut maka akan membuat kondisi kehausan yang berarti tekanan osmotik darah naik. Sehingga neurohipofisis mensekresi ADH dalam jumlah yang banyak dan dihasilkan urin pekat.
Sebaliknya, apabila dalam tubuh terlalu banyak air, sekresi ADH berkurang, tubulus kolektifus relatif impermeable, air banyak yang tertahan dalam urin, sehingga dihasilkan urin encer. Hal ini nampak terjadi pada probandus yang meminum air putih. Dengan minum air tersebut maka akan membuat kondisi tubuh kelebihan air yang berarti tekanan osmotik darah turun. Sehingga neurohipofisis mensekresi ADH dalam jumlah yang sedikit dan dihasilkan urin encer.
Dengan mekanisme demikian (permeabilitas henle ascendens dan descendesn yang berbeda, sekresi ADH yang tergantung pada tekanan osmotik darah) maka ditarik kesimpulan;
- Urin berasal dari air putih memiliki BJ yang lebih rendah daripada urin dari air garam dan air soda karena dalam air putih, kandungan airnya lebih banyak daripada kandungan mineral yang larut di dalamnya. Pada dasar lengkung henle tidak terdapat banyak tumpukan mineral (karena kandungan mineral dalam air putih tidak berlebih), tekanan osmotik darah turun (tubuh dalam keadaan cukup air) neurohipofisis tidak terlalu banyak mensekresi ADH sehingga membran tubulus kolektifus relatif impermeable berakibat air banyak yang tertahan dalam urin akhirnya dihasilkan urin encer. Demikian juga halnya dengan benda padat yang terlarut dalam urin (BP) lebih rendah daripada urin dari air garam dan air soda, karena urin banyak mengandung air.
- Urin berasal dari air garam dan air soda memiliki BJ yang lebih tinggi daripada urin dari air putih karena dalam air garam maupun air soda kandungan airnya lebih sedikit daripada kandungan mineral yang larut di dalamnya. Pada dasar lengkung henle terdapat banyak tumpukan mineral (karena kandungan mineral berlebih dalam air garam dan air soda), tekanan osmotik darah naik (tubuh dalam keadaan kehausan) neurohipofisis banyak mensekresi ADH sehingga membran tubulus kolektifus permeable berakibat air berdifusi keluar dan maskuk ke cairan intersisial di sekitarnya akhirnya dihasilkan urin pekat. Karena air yang terkandung dalam urin sedikit dan kandungan mineral yang larut dala urin banyak, BP urin dari air soda dan air garam lebih besar daripada urin dari air putih.
Secara skematis, berdasarkan percobaan, perbandingan volume, BJ, dan BP masing-masing urin yang diuji adalah sebagai berikut:
Volume : air soda >> air putih >> air garam
BJ : air soda >> air garam >> air putih
BP : air soda >> air garam >> air putih
Sedangkan menurut teori perbandingan volume, BJ, dan BP masing-masing urin yang diuji adalah sebagai berikut:
Volume : air putih >> air garam >>air soda
BJ : air soda >> air garam >> air putih
BP : air soda >> air garam >> air putih
Jadi, menurut skema di atas terdapat sedikit ke-tidaksesuai-an yaitu volume urin. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena faktor seperti; (1) kerusakan ginjal dalam menjalankan fungsinya, (2) volume air yang dikonsumsi saat itu bukan hanya berasal dari air yang ditentukan saja namun tidak diikutkan dalam perhitungan volume awal.
VII. KESIMPULAN
1. Urin merupakan cairan sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
2. Karakteristik urin:
- Urin mengandung sekitar 95% air
- Urin mengandung molekul organik dan ion-ion seperti:
• Molekul Organik : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3
• Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+), Calcium (Ca2+), Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-), Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43-)
- Urin memiliki warna kekuning-kuningan, terang dan transparan
- Urin berbau aromatik yang memusingkan
- Urin memiliki Berat jenis 1,010 – 1,025
- Urin memiliki pH sedikit asam (4,5 – 7,5).
3. Data hasil perngamatan:
No Jenis minuman Wkt V.awal (ml) V.akhir (ml) pH BJ BP
1. Air putih 7 jam 600 ml 340 ml 6 1,008 21,2 gr/l
2. Air soda 7 jam 350 ml 360 ml 7 1,020 53 gr/l
3. Air garam 8 jam 200 ml 110 ml 6 1,016 42,4 gr/l
4. Berdasarkan data pengamatan, dapat digambarkan skema sebagai berikut:
Volume : air soda >> air putih >> air garam
BJ : air soda >> air garam >> air putih
BP : air soda >> air garam >> air putih
5. Keadaan urin yang dieskresikan oleh probandus dipengaruhi oleh beberapa faktor:
- Air yang diminum; air putih menyebabkan tekanan osmotik darah turun (keadaan cukup air) dan kandungan mineral yang tidak berleihan, air soda dan air garam menyebabkan tekanan osmotik darah naik (keadaan kehausan) dan kandungan mineral yang berlebihan.
- Banyak sedikitnya Sekresi ADH sebagai akibat dari keadaan kehausan dan kecukupan air.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar